Jumat, 11 Agustus 2017

Bersandar


Pernahkah kamu melakukan perjalanan naik busway di jam-jam sibuk atau sore hari saat jam pulang kantor ? pastinya kondisi busway akan sangat padat dan bahkan ngantri nya lama untuk shelter tertentu, jika sudah kebagian busway pun jarang dapat tempat duduk. Dan jika sudah berdiri, posisi paling nyaman adalah mencari sandaran.

Bersandar pada saat-saat itu rasanya menentramkan, paling tidak selama perjalanan kita akan mendapatkan kenyamanan meski tidak dapat tempat duduk.

Iseng-iseng berfikir, bagaimana jika perjalanan dalam busway itu adalah kehidupan dan kita tidak dapat posisi nyaman selayaknya tempat duduk ? pastinya sandaran adalah tujuan yang semestinya di cari, pada apa pun yang membuat perasaan nyaman dan menenteramkan itu ada. Dan sandaran itu haruslah kokoh serta dapat kita andalkan jika terjadi goncangan dalam perjalanan. Tentu nya kita pun akan berpegang erat pada sandaran itu jika sudah menemukan nya.


Ingat kisah nya Nabi Ibrahim ? saat dia tidak meyakini sesembahan ayahnya sebagai tuhan, dia mencari tuhan lain sebagai sandaran hidup nya. Beberapa hal pernah dia coba jadikan tuhan, matahari yang terang benderang hingga bulan yang temaram di kegelapan. tapi Nabi Ibrahim merasa hal yang dia jadikan sandaran bernama tuhan itu tak cukup kuat mempertahankan diri nya sendiri. Matahari tenggelam saat kegelapan mulai datang, begitu pun bulan menghilang saat terik nya matahari datang. mereka tak kekal, mereka ada batas nya, begitu mungkin pikir nabi ibrahim saat itu.

Lalu kita ? yakinkah dengan sandaran kehidupan yang saat ini di yakini bahwa dia kokoh menopang diri nya sendiri, kemudian bisa menenteramkan kita untuk di jadikan sandaran tempat bertumpu dalam goncangan hidup yang arah nya tak menentu ???

Jangan asal jawab !!! silahkan berfikir dan renungkan serta pahami apa yang mesti dilakukan atas keputusan kita bersandar pada hal tersebut. 

"Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur" (QS. Yunus: 22)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hagia Sophia dan Janji Allah

Hagia Sophia dan Janji Allah Syarif Taghian dalam bukunya, Erdogan: Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki mengisahkan saat Erdogan dit...