Sebaik-baik
pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka juga mencintai kalian,
kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka juga mendoakan kebaikan untuk
kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka
juga membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian.
Kami bertanya, “Wahai Rasulullâh, tidakkah kita melawan mereka dalam keadaan
demikian.” Beliau menjawab, “Tidak,
sepanjang mereka masih menegakkan sholat. Ingatlah, siapa yang dipimpin oleh
seorang pemimpin lalu ia melihatnya melakukan sesuatu dari kemaksiatan kepada
Allah, maka handaknya ia benci kepada maksiat yang dia lakukan dan jangan
sekali-kali membatalkan ketaatan kalian kepada mereka. (Hadits ‘Auf bin Mâlik
radhiyallâhu ‘anhu dalam riwayat Muslim)
Memimpin sebenarnya adalah
seni mencintai yang meliputi kekuatan sabar mendengarkan, ketajaman hati dalam
memahami yang kesemuanya harus terimplikasi dalam kebijaksanaan untuk menyejahterakan. Untuk itu hanya
orang-orang tangguh berjiwa besar yang akan mampu berkuasa bersama cinta.
Karena memimpin
berarti mencintai, maka menurut M. Anis Matta, Lc dalam Serial Cinta-nya; cinta mengajarkan kita untuk
memperoleh hak-hak kita dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban kita kepada
orang lain. Itulah yang mempertemukan dua kutub jiwa. Pertemuan itulah yang
membuat kita genap-menggenapi, dan saling menyempurnakan karya kehidupan. Jadi
bukan karena cinta buta penuh ambisi dengan menghalalkan segala cara yang
seharusnya diterapkan pemimpin sejati, tapi cinta yang membersamakan rasa
pemahaman.
Sejarah
pernah mencatat kearifan seorang pemimpin sejati di zaman sahabat nabi, dialah
Umar Bin Khatab. Seorang khalifah yang pernah memanggul karung makanan dengan
pundaknya sendiri untuk diberikan pada salah satu rakyatnya yang kelaparan.
Begitulah jalan cinta mengajarkan seorang pemimpin, agar sabar mendengar lalu
dengan nurani melangkah memahami.
“Dan Kami
jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan
perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As-Sajdah: 24)
Coba bandingkan dengan masa firaun, di mana rakyatnya
berada dalam ketakutan dan perbudakan. Hingga suatu ketika firaun mengeluarkan
aturan bahwa setiap anak laki-laki yang lahir agar dibunuh. Bayangkan mengapa
itu bisa terjadi, padahal rakyat firaun adalah rakyat biasa yang taat pada
titah rajanya.
“Dan
berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan
Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya).” (QS.
Al-Anbiyaa’: 11)
Ternyata
kezaliman mereka lah yang membuat mereka pun dizalimi firaun. Ini adalah
sunatullah yang terjadi pada setiap manusia, ketika dia masih suka berbuat
zalim maka kezaliman pun akan menyertainya.
“Dan
sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu, ketika mereka
berbuat kezaliman, padahal rasul-rasul mereka telah datang kepada mereka dengan
membawa keterangan-keterangan yang nyata, tetapi mereka sekali-kali tidak
hendak beriman. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang
berbuat dosa.” (QS. Yunus: 13)
Sekarang mari sejenak kita tengok masyarakat kita dewasa
ini, keputusasaan pada sosok pemimpin yang mampu menyejahterakan kini justru
malah seakan menjadi pembenaran bagi para pengguasa untuk terus menindas
rakyat.
Mari berfikir, adakah kita secara tidak sadar telah
melakukan kezaliman kolektif dengan berburuk sangka pada Allah ? Seakan dengan
persepsi keputusasaan ini kita telah mengizinkan Allah menghadirkan kezaliman-kezaliman
di sekitar kita, sementara Allah pasti akan menghadirkan ketentraman dan
kesejahteraan bila kita berbaik sangka pada ketentuan-Nya.
Maka marilah kita terus belajar bijak memimpin minimalnya
diri sendiri, yang bisa di mulai dari berbaik sangka pada Allah. Bahwa pemimpin
yang ada disekitar kita dan para penguasa negeri ini pada umumnya, yang sanggup
menghadirkan cinta dengan membesarkan Yang Maha Besar tanpa memuliakan selain
Yang Maha Mulia saja lah kan mampu benar-benar melindungi, melayani dan
menyejahterakan.
karena jika
dalam tradisi kepemimpinan Amerika Serikat kita akan temui ungkapan: “Jangan bertanya
apa yang diberikan negara padamu, tapi bertanyalah apa yang kamu berikan untuk
negara?”, maka Islam mengajarkan melalui lisan Rasulullah yang bersabda:
Sebaik-baik
pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka juga mencintai kalian,
kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka juga mendoakan kebaikan untuk
kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka
juga membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian.
Wallahu a’lam bishowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar