Kamis, 12 Desember 2013

Wasilah Itu Bernama Bendera

Pada awal tahun ke-8 Hijriyah, Rasululalh SAW menyiapkan pasukan tentara untuk memerangi tentara Romawi di Muktah. Beliau mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi komandan pasukan. Rasulullah berpesan, "Jika Zaid tewas atau cidera, komandan digantikan Ja’far bin Abi Thalib. Seandainya Ja’far tewas atau cidera pula, dia digantikan Abdullah bin Rawahah. Dan apabila Abdullah bin Rawahah cidera atau gugur pula, hendaklah kaum muslimin memilih pemimpin/komandan di antara mereka."

Setelah sampai di Muktah, terjadilah pertempuran yang tidak seimbang, antara tentara Romawi dengan kekuatan 100.000 pasukan inti yang terlatih berhadapan tentara kaum Muslimin yang hanya berkekuatan 3.000 pasukan di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah.

Dalam pertempuran itu ketika Zaid gugur sebagai syahid, Ja’far segera menyambar bendera Rasulullah sebagai tanda kepemimpinan kini ada padanya. Begitupun saat satu per satu tangan Ja’far putus ditebas musuh hingga syahid, secepat kilat Abdullah bin Rawahah merebut bendera komando dan melanjutkan pertempuran. Walaupun pada akhirnya beliau pun syahid di medan jihad, menyusul dua sahabat nya yang lain.


Itulah salah satu kisah pertempuran di medan jihad, bendera adalah lambang keberlangsungan kekuatan yang masih kokoh, masih gagah melayani serangan demi serangan musuh walau dalam pergantian kepemimpinan yang cepat. Bendera pun merupakan nama dari bagian nafas peradaban, yang turut mewarnai kebijakan demi kebijakan sejarah.

Berpulang pada sejarah perjuangan di atas, ternyata telah ada kepercayaan penuh yang dapat menghantarkan seseorang pada titel tertinggi, syahid. Kekokohan keyakinan akan Kemahabesaran Allah dan ajaran-Nya, yang jua di bawa oleh junjungan mulia Muhammad Rasulullah saw mampu mengobarkan semangat juang di jalan-Nya. Demi mempertahankan panji (bendera) Rasulullah yang merupakan perlambangan perjuangan Islam, mereka tak lagi memperdulikan nyawa yang bisa hilang tiba-tiba.

Oleh karena nya, panji (bendera) itu –tanpa pengagungan- menjadi wasilah mereka pada keridhoan Allah. Dan dengan nya pula mereka mendapatkan surga, karena pada nya ada filosofi hidup yang kekal. Yaitu dinul Islam. Pun saat mereka melihat musuh di depan nya berjumlah lebih banyak dan lebih siap dengan kecanggihan yang di miliki, tak sedikit pun membuat langkah mereka goyah.   

“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran; 146)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hagia Sophia dan Janji Allah

Hagia Sophia dan Janji Allah Syarif Taghian dalam bukunya, Erdogan: Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki mengisahkan saat Erdogan dit...