Selasa, 09 September 2014

Bukan Saudara, Tapi Keluarga



Baru sekarang saya sempat menuliskan pengalaman itu, saat-saat beberapa minggu yang lalu kami berkumpul berlibur bersama. Indah ukhuwah itu terasa baik sebelum, sepanjang perjalanan, maupun sesudah acara itu terselenggara.


Kami bukan lah saudara kandung, tapi kami adalah keluarga. Lebih tepatnya keluarga seiman, keluarga satu nabi dan agama Islam. Keluarga yang anggotanya saling melengkapi satu dengan yang lain, saling menjaga dan membahagiakan satu dengan yang lain. Insya Allah setidaknya itulah yang terasa saat-saat di sana. Tak lama memang, hanya dua hari satu malam. Hanya sekedar berkumpul, bermain, berbagi cerita dan saling nasehat menasehati bersama. 



Di sana,
Atmosfir bumi puncak mampu sejenak merontokkan dari kepenatan agenda-agenda yang insya Allah dalam rangka kebaikan yang selama ini kami lakukan. Agenda menata diri pribadi dan sosial, menata niat dan keyakinan, agenda meluruskan amanah Allah, sebagaimana khalifatul fil ardh yang Dia Titahkan pada manusia.


Harum semilir oksigen di dataran tinggi di sana, telah mengisahkan jejak-jejak kenangan persaudaraan. Jejak-jejak kedekatan emosi spirit ukhuwah yang merupakan salah satu hadiah indah dari Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya;


“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103).

”Dan Dia (Allah) yg mempersaatukan hati mereka (orang yg beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yg berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Al anfal : 63)


Jua sebagaimana sabda Rasulullah Saw;

“Perumpamaan seorang mukmin dengan mukmin lainnya dalam kelembutan dan kasih sayang, bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasa sakit, maka seluruh bagian tubuh lainnya turut merasakannya.” (HR. Imam Muslim).


Selama di sana, banyak hal yang di diskusikan selain bermain dan bercanda tawa bersama. Hal yang menyisakan tugas lanjutan sebagai penerus semangat perjuangan menuju perbaikan. Hal yang insya Allah dapat menjadi pemberat timbangan amal kebaikan di yaumil hisab nanti. Hal yang semoga sepanjang perjuangan nanti, Allah berkenan memberikan kefahaman, kekuatan, kesabaran, kelapangan dan keberanian untuk terus melangkahkan kaki memijak jalan-jalan pilihan menuju kebaikan. Insya Allah. 


Dalam Ingatan,
Rihlah DPRa Kembangan Selatan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hagia Sophia dan Janji Allah

Hagia Sophia dan Janji Allah Syarif Taghian dalam bukunya, Erdogan: Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki mengisahkan saat Erdogan dit...