“Dan (ingatlah), ketika Musa
berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu
ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan menjadikan kamu sebagai
orang-orang merdeka, dan memberikan kepada kamu apa yang belum pernah diberikan
kepada seorang pun di antara umat yang lain." (QS. Al-Maidah: 20)
Begitulah bayan sang Nabi kepada umat nya, penuh cinta
membelai nurani agar senantiasa selalu bersama kebaikan hingga surga nanti.
Namun Allah hendak memberikan pelajaran bagi kehidupan selanjutnya, kaumnya
kemudian tercatat sebagai pembangkang yang
menyelisihi gurunya sendiri. Bahkan saat sang Nabi mengajak mereka menuju tempat
terbaik, mereka malah memilih tempat yang rendah dan kemalasan.
"...Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)..." (QS.
At-Tiin: 4-5)
Ingatkah saat bani Israel menentang dan melanggar
sumpah serta janji nya pada Thalut, karena menganggap bahwa Thalut bukan dari
keturunan terhormat yang berkompeten menurut mereka. Dengan indah Allah
mengisahkan kepemimpinan Thalut dan pembangkangan bani Israel;
“Maka tatkala Thalut keluar
membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan
suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku.
Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia
adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara
mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah
menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, “Tak ada
kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang
yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi
golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.
Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah: 249)
Baik kaum Nabi Musa ataupun Bani Israel dibawah kepemimpinan
Thalut, keduanya mengabarkan pesan pengkhianatan dan kegagalan dalam mensyukuri
apa yang telah ada. Yaitu saat mereka telah berada bersama kebenaran, bernaung
dalam cinta kasih yang diberkahi dengan saling mewasiatkan kebaikan.
Mereka yang pada akhirnya Allah tempatkan ditempat
yang serendah-rendahnya, telah lalai mengelola keinginan dan memperturutkan
hawa nafsu. Mereka cenderung pada naluri duniawi dan bersombong ria
mengejarnya. Baik sadar ataupun dengan kebodohannya, mengabaikan kesyukuran atas
apa yang telah ada padanya. Atas nikmat yang Allah berikan padanya, yaitu
kepemimpinan yang penuh cinta dan kasih sayang pada mereka. Nafas kesabarannya
amat pendek mengartikan kebersamaan dan pengorbanan penantian indah. Hingga
akhirnya Allah takdirkan mereka terpisah.
“Dan semua
kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu. Dialah kisah-kisah yang dengannya
Kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud: 120)
“Maka
ceritakanlah kepada mereka kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al-A'raf: 176)
“Dan janganlah
kamu menyerupai orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang
keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan
mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali Imran: 105)
Beda hal dengan sepenggal sejarah kisah kesatria, ketika
sedang berada di posisi gemilang, sang prajurit perang yang selalu memenangkan
pertarungan demi pertarungan yang dipimpinnya itu di pecat dan di gantikan
dengan seorang pemuda oleh sang khalifah. Dengan kemenangan mengalahkan hawa
nafsu nya dia berkata;
“Aku berperang
bukan karena Umar, tapi karena Rabb nya Umar” (Khalid bin Walid)
Begitulah kisah-kisah peradaban manusia masa lampau
mengajari manusia masa kini untuk senantiasa bersabar meredam hawa nafsu yang
membuatnya lalai mensyukuri apa yang telah ada pada nya. Cinta kasih dalam
kebersamaan yang Allah hujamkan diantara saudara seiman adalah salah satu
nikmat terbesar yang berkekuatan menakutkan bagi kaum kafir munafik. Terlebih
saat seketika terpaksa harus berbeda, bukanlah alasan untuk saling menjatuhkan.
“Dan berpegang teguhlah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. Ingatlah
nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhan, lalu
Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara,
sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103)
Mari semua belajar mensyukuri apa yang telah ada, apa
yang telah Allah berikan pada masing-masing kita. Genggam erat setiap
kebersamaan yang membuatmu nyaman teringat surga. Hujamkan dalam pikiran dan
hati untuk berbaik sangka menahan diri dari ketidaktahuan yang mungkin kan
menyesatkan.
Karena kita bersaudara, tak ingin abadi sendirian
hidup di surga.
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) dan bertawakkallah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat.” (QS.Al Hujurat: 10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar