Rabu, 03 Oktober 2018

Mari Belajar Mensyukuri Yang Telah Ada


Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan menjadikan kamu sebagai orang-orang merdeka, dan memberikan kepada kamu apa yang belum pernah diberikan kepada seorang pun di antara umat yang lain."  (QS. Al-Maidah: 20)

Begitulah bayan sang Nabi kepada umat nya, penuh cinta membelai nurani agar senantiasa selalu bersama kebaikan hingga surga nanti. Namun Allah hendak memberikan pelajaran bagi kehidupan selanjutnya, kaumnya kemudian tercatat  sebagai pembangkang yang menyelisihi gurunya sendiri. Bahkan saat sang Nabi mengajak mereka menuju tempat terbaik, mereka malah memilih tempat yang rendah dan kemalasan. 

"...Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)..." (QS. At-Tiin: 4-5)

Ingatkah saat bani Israel menentang dan melanggar sumpah serta janji nya pada Thalut, karena menganggap bahwa Thalut bukan dari keturunan terhormat yang berkompeten menurut mereka. Dengan indah Allah mengisahkan kepemimpinan Thalut dan pembangkangan bani Israel;


Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata, “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah: 249)



Baik kaum Nabi Musa ataupun Bani Israel dibawah kepemimpinan Thalut, keduanya mengabarkan pesan pengkhianatan dan kegagalan dalam mensyukuri apa yang telah ada. Yaitu saat mereka telah berada bersama kebenaran, bernaung dalam cinta kasih yang diberkahi dengan saling mewasiatkan kebaikan.

Mereka yang pada akhirnya Allah tempatkan ditempat yang serendah-rendahnya, telah lalai mengelola keinginan dan memperturutkan hawa nafsu. Mereka cenderung pada naluri duniawi dan bersombong ria mengejarnya. Baik sadar ataupun dengan kebodohannya, mengabaikan kesyukuran atas apa yang telah ada padanya. Atas nikmat yang Allah berikan padanya, yaitu kepemimpinan yang penuh cinta dan kasih sayang pada mereka. Nafas kesabarannya amat pendek mengartikan kebersamaan dan pengorbanan penantian indah. Hingga akhirnya Allah takdirkan mereka terpisah.

“Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu. Dialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.” (QS. Hud: 120)

“Maka ceritakanlah kepada mereka kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al-A'raf: 176)

“Dan janganlah kamu menyerupai orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali Imran: 105)

Beda hal dengan sepenggal sejarah kisah kesatria, ketika sedang berada di posisi gemilang, sang prajurit perang yang selalu memenangkan pertarungan demi pertarungan yang dipimpinnya itu di pecat dan di gantikan dengan seorang pemuda oleh sang khalifah. Dengan kemenangan mengalahkan hawa nafsu nya dia berkata;

“Aku berperang bukan karena Umar, tapi karena Rabb nya Umar” (Khalid bin Walid)

Begitulah kisah-kisah peradaban manusia masa lampau mengajari manusia masa kini untuk senantiasa bersabar meredam hawa nafsu yang membuatnya lalai mensyukuri apa yang telah ada pada nya. Cinta kasih dalam kebersamaan yang Allah hujamkan diantara saudara seiman adalah salah satu nikmat terbesar yang berkekuatan menakutkan bagi kaum kafir munafik. Terlebih saat seketika terpaksa harus berbeda, bukanlah alasan untuk saling menjatuhkan.

Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. Ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103)

Mari semua belajar mensyukuri apa yang telah ada, apa yang telah Allah berikan pada masing-masing kita. Genggam erat setiap kebersamaan yang membuatmu nyaman teringat surga. Hujamkan dalam pikiran dan hati untuk berbaik sangka menahan diri dari ketidaktahuan yang mungkin kan menyesatkan.

Karena kita bersaudara, tak ingin abadi sendirian hidup di surga.

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertawakkallah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS.Al Hujurat: 10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hagia Sophia dan Janji Allah

Hagia Sophia dan Janji Allah Syarif Taghian dalam bukunya, Erdogan: Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki mengisahkan saat Erdogan dit...